Menggali Makna Kerendahan Hati dalam Al-Qur’an ( Sufi Sang Penyair )

interaks | 1 February 2025, 04:44 am | 24 views

Menggali Makna Kerendahan Hati dalam Al-Qur’an ( Sufi Sang Penyair )

 

INTERAKSIMEDIAGLOBAL.COM || Surabaya, 1 Februari 2025 – Di tengah hiruk-pikuk kehidupan dunia yang dipenuhi ambisi dan kesombongan, seorang penyair sufi dari Surabaya kembali mengingatkan tentang hakikat hidup. Dengan syairnya yang sarat makna, ia mengajak manusia untuk tidak terlena oleh kekayaan, ketenaran, dan kekuasaan, sebab semua itu hanyalah ujian semata.

 

“Jangan sombong menjadi orang kaya, jangan sombong menjadi orang yang dipakai. Semua hanya ujian dalam kehidupan duniawi,” ujar sang penyair. Dalam Islam, harta dan jabatan bukanlah ukuran kebahagiaan, melainkan amanah yang harus dijalani dengan bijaksana. Hal ini selaras dengan firman Allah dalam Surah Al-Hadid ayat 20, “Ketahuilah bahwa kehidupan dunia hanyalah permainan dan senda gurau, perhiasan, serta saling bermegah-megahan di antara kamu serta berlomba dalam kekayaan dan anak keturunan. Itu seperti hujan yang tanamannya mengagumkan para petani, kemudian ia mengering, lalu kamu melihatnya menguning, kemudian menjadi hancur…”

 

Kefanaan Dunia dan Kebesaran Allah

 

Dalam syairnya, sang penyair juga menegaskan bahwa segala sesuatu di dunia ini tidaklah abadi.

 

“Tubuh bisa hancur, harta bisa habis, manusia ganteng tidak selamanya, manusia cantik tak abadi. Tak ada yang kekal selain Allah SWT,” katanya. Pernyataan ini mengingatkan kita pada Surah Ar-Rahman ayat 26-27, “Semua yang ada di bumi itu akan binasa, dan tetap kekal Zat Tuhanmu yang memiliki kebesaran dan kemuliaan.”

 

Keindahan fisik, harta, dan kedudukan bukanlah sesuatu yang dapat dibanggakan selamanya. Manusia yang menyadari kefanaannya akan lebih mudah bersikap rendah hati dan tidak sombong.

 

Menjaga Kejujuran dan Tidak Menyakiti Sesama

 

Lebih lanjut, sang penyair juga mengingatkan pentingnya kejujuran dan empati terhadap sesama.

 

“Yang jujur tidak membujuk kepada sesama, yang pintar jangan terlena. Kalau kamu merasa sakit dicubit, jangan menyakiti sesamamu,” tuturnya. Islam sendiri sangat menekankan pentingnya berlaku jujur dan berbuat baik, sebagaimana disebutkan dalam Surah Al-Ahzab ayat 70-71, “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan ucapkanlah perkataan yang benar, niscaya Dia memperbaiki amalan-amalanmu dan mengampuni dosa-dosamu…”

 

Selain itu, larangan untuk menyakiti orang lain juga ditegaskan dalam Hadis Nabi, “Tidak beriman seseorang di antara kalian hingga ia mencintai untuk saudaranya apa yang ia cintai untuk dirinya sendiri.” (HR. Bukhari dan Muslim).

 

Hindari Kesombongan, Ingatlah Pencipta

 

Di bagian akhir petuahnya, sang penyair memberikan peringatan keras agar manusia tidak berlaku sombong.

 

“Dan sesungguhnya kamu bukan Sang Pencipta, jangan berlaku sombong di muka bumi ini,” katanya. Dalam Surah Al-Isra ayat 37, Allah berfirman, “Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong, karena sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan dapat menembus bumi dan tidak akan mampu menjulang setinggi gunung.”

 

Kesombongan adalah salah satu sifat yang paling dibenci dalam Islam. Iblis sendiri diusir dari surga karena kesombongannya. Oleh karena itu, manusia yang sadar akan keterbatasannya tidak akan berlaku angkuh, melainkan tunduk dan berserah diri kepada Allah.

 

Menjadikan Al-Qur’an sebagai Pedoman Hidup

 

Pesan yang disampaikan sang penyair bukan sekadar syair indah, tetapi juga pengingat agar manusia kembali kepada pedoman sejati, yaitu Al-Qur’an. Setiap nasihatnya telah tersurat dalam kitab suci, memberikan panduan bagi siapa saja yang ingin menjalani hidup dengan benar.

 

Di tengah kehidupan yang penuh godaan duniawi, petuah ini menjadi pengingat agar kita tidak tersesat dalam kesombongan dan keserakahan. Sebab, pada akhirnya, hanya Allah SWT yang kekal, dan setiap manusia akan kembali kepada-Nya.

 

Bambang Tri Kasmara

Berita Terkait